Menjadikan Hujan Sebagai Bagian dari Festival di Joyland

Dalam jumpa pers di sebuah kafe di Senayan, Jakarta Selatan, Mas Herlambang Jaluardi, wartawan Kompas cetak, melempar pertanyaan apik pada Ferry Dermawan, pendiri sekaligus Direktur Program Joyland.

Intinya: apa mitigasi jika terjadi hujan badai seperti tahun lalu?

Mas Lambang menonton Joyland tahun lalu. Dia jadi saksi betapa kencang angin dan hujan yang terjadi, sampai salah satu panggung (atau tenda merchandise?) roboh. Selain itu, Mas Lambang menyebut soal tempat berteduh yang kurang, sehingga membuat banyak penonton harus berdesakan di beberapa booth.

Pertanyaan menarik pasti akan menghasilkan jawaban yang juga asyik.

Ferry, dengan gaya khasnya yang lugas tapi terlihat canggung, menjawab pendek.

“Apa ya mitigasinya? Gak ada. Ya nikmatin aja pertunjukannya?”

Kurang lebih seperti itu jawaban Ferry.

Kenapa pertanyaan dan jawaban ini jadi sama-sama asoy? Karena ini bisa memantik diskusi, dan semua yang memantik diskusi itu bagus buat perkembangan.

Ini perspektifku.

Aku pikir, penonton Joyland harus belajar menjadikan hujan sebagai bagian dari festival. Ini adalah festival musik outdoor yang diadakan di musim hujan, apa yang kamu harapkan?

Jika boleh membandingkan, coba tengok Fuji Rock. Salah satu festival musik outdoor paling masyhur ini sudah sejak lama menjadikan hujan dan badai sebagai identitasnya.

Karena itu, penonton sudah bisa membayangkan apa yang akan mereka temui dan bersiap sedari awal: membawa jas hujan, memasang tenda dengan lapisan anti air, pakai boots/ sandal gunung, hingga memakai pakaian yang praktis dan cepat kering.

Kenapa kita, para penonton, tidak menjadikan Joyland seperti itu?

Aku membayangkan mitigasi yang bisa dilakukan pihak Joyland adalah lebih untuk bagian penyelenggaraan festival. Misal membuat panggung lebih kokoh, dengan atap yang tak membuat alat basah meski hujan angin sekalipun.

Pertanyaan Mas Lambang mungkin dijawab oleh Ferry dan segenap penyelenggara Joyland di bagian itu.

Di hari pertama, pertunjukan David Bayu tetap jalan meski hujan turun. Penonton pun tetap ada di depan panggung, meski sebagian memutuskan berteduh. Kamaal Williams sempat main dua atau tiga lagu sebelum akhirnya berhenti karena hujan makin deras.

Aku juga melihat banyak area yang dibuka untuk berteduh, seperti di stadion dekat smoking area (atau memang tahun-tahun sebelumnya begitu). Kupikir ini jalan tengah yang cukup baik, sih. Mengingat belum semua penonton Joyland siap untuk basah-basahan, belum lagi mereka yang kesehatannya rawan.

Bagaimana mitigasi untuk penonton? Mungkin lebih tepatnya, jika ingin menjadikan hujan sebagai bagian dari pertunjukan, bagaimana mitigasi oleh penonton.

Itu mungkin bisa lebih ke persiapan menonton acara yang kemungkinan besar akan disiram hujan . Mulai dari bawa payung dan jas hujan (ini sudah disarankan oleh penyelenggara sejak jauh-jauh hari), sedia baju ganti, memakai baju yang lekas kering, dan alas kaki yang kedap air dan tak gentar menerjang becek. Boots anti air mungkin cocok. Jangan lupa bawa suplemen anti masuk angin dan minum minuman hangat, dan menghangatkan (IYKWIM).

Oh ya, sama satu lagi PR: mencari jalan tengah bagaimana tetap stylish sekaligus anti badai.

Aku sendiri terinspirasi oleh satu anak kecil yang melintas dengan riang gembira di tengah hujan. Memakai jas hujan, dia keceh-keceh genangan dan tertawa keras. Aku iri sekali dengan keriangan polos ala anak kecil itu, yang menjadikan hujan sebagai alasan untuk bersenang-senang.

Di sebelah saya, Rio Jo Werry dari tadi ngoceh pengen beli kopi tapi enggan melepas sepatu Doc Mart yang ia banggakan betul.

Aku lantas melepas sepatu, memasukkannya ke tas, dan telanjang kaki hingga festival hari pertama selesai. Aku ingin jadi anak kecil tadi.

*ditulis ketika Mew membawakan “Comforting Sounds” sebagai encore. Saya menonton mereka pertama kalinya kemarin. Takjub. Takjub. Takjub.

Leave a Reply

Your email address will not be published.