Not in This Lifetime: Konser Akbar Guns N Roses di Singapura

I

April 1986. Band dengan reputasi berandalan jalanan, Guns N Roses, baru saja menandatangani kontrak dengan Geffen Records. Saat itu GNR memang sedang naik daun. Mereka menjadi penampil utama di berbagai bar besar di kawasan Los Angeles, California. Namun setelah mendapat kontrak, bermain di bar tentu tak akan menjadi prioritas utama bagi manajemen maupun label.

Maka untuk merayakan kejadian besar ini –nyaris semua dari mereka berpikir akan berakhir sebagai residivis atau penjual narkoba atau germo atau gelandangan– sekaligus membuat pesta perpisahan, GNR membuat 3 pertunjukan terakhir sebelum masuk ke dapur rekaman. Dua kali di Roxy, dan satu di Whisky a Go Go.

Nama klub terakhir itu amat penting. Sebab Whisky adalah saksi hidup dari sejarah rock n roll di kawasan Los Angeles. Banyak band besar lahir dan besar di tempat ini. Mulai The Doors hingga Motley Crue. Tapi di awal dekade 1980-an, tempat ini sempat beralih fungsi sebagai kantor bank selama beberapa tahun, hingga akhirnya kembali ke khittahnya sebagai klub malam. GNR diputuskan untuk membaptis ulang kelahiran Whisky. Untuk mengundang banyak orang, dibuatlah poster berukuran besar dengan kata-kata seronok berhuruf kapital.

KAPAN TERAKHIR KALI KAMU MENONTON BAND ROCK N ROLL SEJATI DI WHISKY A GO GO?

BISA JADI INI KESEMPATAN TERAKHIRMU!

Ditakut-takuti tak akan bisa menonton band rock n roll sejati yang segera akan melanglang dunia, plus ini pembukaan ulang Whisky yang legendaris itu, maka klub ini dengan segera penuh oleh penonton Los Angeles yang terkenal amat selektif dalam memilih band.

Lagipula siapa yang tahu ke mana GNR akan benar-benar berlabuh. Alih-alih menjadi terkenal, bisa saja mereka akan berakhir jadi narapidana, pengedar narkoba, atau mati konyol karena overdosis.

Iya, bisa jadi ini kesempatan terakhir, baik bagi penonton maupun GNR sendiri.

II

Saat tiga orang personel asli GNR memutuskan untuk reuni –vokalis Axl Rose, gitaris Slash, dan bassist Duff McKagan– dunia terhenyak. Semua makmum rock n roll tahu kalau Axl dan Slash, dua matahari kembar di band ini, tak akur sejak puluhan tahun lalu. Penampilan terakhir mereka terjadi pada 1993. Dan sejak saat itu, Axl lebih banyak menyerang Slash. Suatu waktu, vokalis dari Indiana ini pernah menyebut mantan kompatriotnya ini sebagai kanker dan harus dijauhi.

Axl dan Slash punya karir bermusik yang kemudian menapak di jalan berbeda. Axl berusaha sekeras mungkin menjaga marwah GNR, menjaganya sebagai band yang pernah mendapat julukan band paling berbahaya di dunia. Sedangkan Slash bisa berjalan lebih bebas. Dia memang masih dikenal sebagai gitaris ikonik GNR, tapi juga lebih santai dan membuatnya bebas membuat proyek musikal apapun. Sejak beberapa tahun terakhir, selain mengomandani supergrup Velvet Revolver, Slash membuat album solo yang menggandeng banyak penyanyi. Salah satu yang kemudian menjadi partner bermusiknya dalam waktu lama adalah Myles Kennedy, penyanyi Alter Bridge yang dikenal punya jangkauan vokal yang panjang.

Tapi media selalu melontarkan pertanyaan sama terhadap band yang sudah pecah: kapan kalian akan reuni? Kalau pertanyaan itu dilempar ke band biasa, mungkin yang ditanya hanya akan senyum-senyum saja sembari menjawab penuh retorika. Tapi akan lain halnya kalau yang ditanya adalah Axl Rose. Jawabannya lantang, sedikit pedas, dan banyak sinisnya:

“Not in this lifetime. Tidak di kehidupan ini.”

Karena itu, banyak orang tak percaya kalau akhirnya tiga orang personel asli ini benar-benar reuni. Kabar itu dianggap mitos yang sama tidak meyakinkannya dengan keberadaan unicorn. Hingga akhirnya dunia melihat kalau mereka bertiga, mengusung bendera GNR, bermain sebagai bintang utama di The Troubadour, klub malam yang berjasa membesarkan mereka. Dengan cepat, 500 lembar tiket langsung ludes. Lalu selang seminggu, dibuatlah konser di T-Mobile Arena selama dua hari. Sebanyak 28.849 tiket dijual, dan langsung habis. Pada 16 April 2016 dan 23 April 2016, GNR menjadi penampil utama di festival Coachella.

Setelahnya, tak perlu waktu lama untuk dibuat tur keliling dunia. Ini adalah tur ambisius, walau tak seambisius tur Use Your Illusion yang berjalan 2 tahun. Tapi mengingat ini adalah tur pertama sejak 1993, jangka waktu April 2016 hingga September 2017 sudah amat panjang. Di Asia, mereka akan main di Jepang, Singapura, Thailand, dan Uni Emirat Arab. Kali ini Indonesia dilewati.

Karena tak mampir ke Indonesia, banyak penggemar GNR yang kemudian rela menyebrang ke Singapura untuk menonton mereka. Mengutip kalimat promosi di brosur penampilan GNR pada April 1986, bisa jadi ini kesempatan terakhir menonton GNR dengan tiga orang personel asli.

Tapi kali ini sudah tak ada lagi ketakutan mereka akan jadi residivis atau narapidana. Ketakutannya berganti, siapa tahu mereka akan kembali tengkar lalu kembali bubar jalan. Atau mati. Tahun ini, rata-rata umur tiga personel ini sudah 53 tahun. Kematian jadi terasa lebih dekat seperti nadi.

III

“You know where the fuck you are?”

“Yeaaaaaaahhhhhhh!!!”

“You are in the jungle baby!”

“Yeaaaaaaaaaaaaaaaahhhhh!!!”

“You’re gonna dieeeeeeeeeeeee!!!”

“Yeaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhh!!!”

Kalau ada bagian lirik yang begitu bisa mengundang histeria massa, mungkin salah satunya adalah “Welcome to the Jungle”. Lagu pembuka di album debut Appetite for Destruction ini nyaris tak pernah gagal mengundang teriakan penonton. Di versi album, teriakan ini berada di bagian tengah lagu. Di konser, teriakan itu dipindah ke awal, sebelum intro ikonik dari Slash dimulai.

Di Singapura, teriakan itu tetap tak gagal mengundang teriakan massa meski kebanyakan sudah tahu apa saja lagu-lagu yang akan dimainkan GNR. Di era internet, daftar lagu yang dimainkan sudah tak lagi jadi misteri. Di situs seperti Setlist, penonton bisa tahu apa saja lagu yang dimaikan dalam tiap konser. Bahkan dibuat persentase.

Misalkan, di seluruh 47 konser GNR selama 2016, lagu “It’s So Easy” selalu jadi pembuka. Dengan persentase 100 persen, kita tahu bahwa “It’s So Easy” akan jadi pembuka di konser GNR Singapura. Benar saja. Saat Duff, Slash, dan Axl muncul 30 menit terlambat dari jadwal yang seharusnya pukul 8 malam, lagu dari Appetite for Destruction ini langsung digeber sebagai pembuka. Jelas, Duff mendapat sorotan awal. Sebab intro lagu ini khas: bass yang dibetot bertalu-talu. Musik pembukanya, lengkap dengan drum yang berderap, selalu cocok dijadikan lagu latar adegan pemuda berandalan yang dikejar-dikejar polisi dalam berbagai film aksi.

Malam itu, Changi Exhibition Center dipenuhi sekitar 50.000 penonton. Menurut LAMC Productions, promotor hiburan terbesar di Singapura yang berada di balik aneka ria pertunjukan besar di negeri Singa itu, konser GNR adalah yang terbesar sepanjang sejarah Singapura. Sebelumnya, rekor penonton terbanyak diraih saat Metallica manggung pada 2014. Saat itu, konser dihadiri oleh sekitar 40.000 orang.

Tapi dasar Singapura, agak susah mau berbuat sedikit ugal-ugalan di sini. Di tengah set, saat lagu “Live and Let Die” dimainkan, seorang penonton perempuan dibopong di atas bahu kawannya. Mereka bernyanyi bersama dan berjoget. Tiba-tiba saja seorang tenaga keamanan mendatangi mereka, dan setengah memaksa perempuan itu turun. Padahal pemandangan penonton dibopong itu adalah hal biasa dalam konser rock. Di Indonesia, pemandangan seperti itu bahkan bisa ditemui di hajatan dangdut di kampung-kampung.

Ah dasar negara yang terlalu terobsesi dengan keamanan.

Malam itu GNR banyak membawakan lagu yang nyaris jarang dimaikan. Lagu “Coma”, misalkan, membuat saya kaget ketika dimainkan. Lagu dari album Use Your Illusion I ini adalah lagu terpanjang dalam seluruh diskografi GNR, merentang 10 menit 14 detik. Karena panjang dan cukup rumit dibawakan, lagu ini termasuk lagu yang paling langka ditonton di sepanjang konser GNR. Sepanjang 1991-1993 saja, hanya empat kali lagu ini dimainkan secara langsung. Dalam konser di T-Mobile Arena, 8 April 2016, “Coma” dimainkan untuk pertama kalinya sejak 23 tahun. Sejak saat itu, “Coma” kemudian rutin dimainkan di tur Not in This Lifetime.

Begitu pula “Double Talkin’ Jive” yang nyaris tak pernah dibawakan selepas usainya tur Use Your Illusion. Lagu ini dibuat Izzy setelah polisi menemukan sesosok mayat di tempat sampah, pas di belakang studio tempat mereka merekam Use Your Illusion. Ini adalah salah satu lagu GNR paling eksperimentatif. Kocokan gitar hard rock dari Izzy, ditimpali dengan solo gitar Slash yang berlanggam flamengo dengan bahan bakar diesel beroktan tinggi. Nyaris susah menemukan komposisi seperti ini di kalangan band seangkatan GNR yang terlalu terobsesi dengan make up, musik standar rock n roll, dan lirik soal pesta, mabuk, dan ngewe’.

IV

Ini pengakuan memalukan, tapi saya menangis lima kali di konser ini. Salah satunya adalah saat mereka membawakan lagu “Yesterdays”, dari album Use Your Illusion II. Lirik lagu ini bercerita tentang masa muda yang terbuang sia-sia, dan sesosok orang tua yang mengenangnya dengan gundah.

‘Cause yesterday’s got nothin’ for me
Old pictures that I’ll always see
Some things could be better
If we’d all just let them be

Yesterday’s got nothin’ for me
Old pictures that I’ll always see
I ain’t got time to reminisce old novelties

Membaca liriknya, bisa saja kita beranggapan bahwa ini adalah nubuat bahwa GNR yang sudah pecah tak akan bisa kembali bermain bersama. Bagi seorang penggemar, tak ada yang lebih menyedihkan ketimbang itu. Karenanya, bisa melihat tiga orang personel asli bermain bersama lagi di kehidupan ini, ada rasa haru yang menyeruak. Tiba-tiba saja, saat Axl menyanyikan bait “some things could be better if we’d all just let them be” dengan nada yang hanya bisa lahir berkat kebijaksanaan berusia setengah abad, air mata tiba-tiba mengucur. Tai kucing segala machoisme. Itu tak ada artinya di hadapan mimpi masa kecil yang terpenuhi.

Kemudian saya kembali menangis saat lagu “Estranged” dimainkan. Axl menuliskan lagu ini di salah satu masa paling rendah: cerai dengan Erin Everly, perempuan yang untuknya dibuat lagu manis, “Sweet Child o’ Mine”.

“Estranged”, lagu dari album Use Your Illusion II berdurasi 9 menit 24 detik ini adalah salah satu lagu paling populer dari GNR. Dimainkan dalam nyaris setiap panggung. Tapi ada energi berbeda yang terasa saat Slash sendiri yang memainkan solo gitarnya. Air mata sedikit susah dibendung saat Axl berujar, “Mister Dizzy Reed on keyboard”.

Permainan keyboard Dizzy itu adalah jembatan antara kecemasan eksistensial nan gelap di awal-awal lagu, menuju bagian lain lagu yang lebih cerah dan penuh pengharapan. Axl berusaha memahami dirinya sendiri, juga memberi gambaran kepada manusia lain, bahwa saat manusia terperosok ke lubang kesedihan yang paling dalam, tak ada lagi gunanya segala pencapaian dan kebanggaan.

When I find out all the reasons
Maybe I’ll find another way
Find another day
With all the changing seasons of my life
Maybe I’ll get it right next time

And now that you’ve been broken down
Got your head out of the clouds
You’re back down on the ground
And you don’t talk so loud
And you don’t walk so proud
Any more, and what for

Lalu solo gitar indah itu dimainkan. Saya mewek. Seperti mendengar sebuah kidung puja puji bagi yang maha suci. Agung. Luhur. Syahdu. Sialan benar gitaris kribo ini. Siapa yang menyangka kalau dari jemari yang sering mengobel ratusan meki di masa mudanya, bisa terlahir pula solo gitar kudus yang begitu menghangatkan. Tak heran kalau Axl yang dikenal egosentris pun menyematkan pujian di bawah lirik lagu ini: Slash, thanks for the killer guitar melodies.

V

Saat “Nightrain” dimainkan, semua penonton tahu konser akan segera berakhir. Lalu para personel GNR akan kembali ke balik panggung. Beristirahat sebentar, selagi menikmati teriakan penonton “We want more!” Lalu mereka akan kembali ke atas panggung disambut teriakan suka cita dari puluhan ribu pemujanya. Lalu empat lagu dimainkan, termasuk “Patience” dan ditutup oleh “Paradise City” yang rancak lagi membikin bersemangat itu. Oh ya, di bagian ini Slash sialan itu memainkan solo gitar dari balik kepalanya. Dasar gitaris sableng.

Usai itu, para personel GNR akan kembali ke balik panggung. Namun tak lama. Mereka akan kembali ke atas panggung, mengucapkan sayonara dan sampai jumpa lagi, dan tentu saja dibalas dengan riuh tepuk tangan yang bisa menyaingi suara mesin pesawat. Kupikir ada banyak penonton yang mengharapkan ada album baru dari mereka.

Lalu yang tersisad dari konser selama 3 jam ini adalah kaki pegal. Pinggang sakit serasa habis dihantam Mike Tyson. Perut lapar serasa habis dikuras kosong. Tapi dada dipenuhi rasa bahagia yang membuncah. Axl rose memang tak muda lagi, tarian ularnya sudah tak seksi dan tak lagi bisa membikin perempuan manapun orgasme. Suaranya pun beberapa kali kepleset nada. Tapi siapa yang peduli, apalagi dia masih bisa berteriak “You know where the fuck you are” dan masih mengundang histeria massa yang memecah udara. Slash masih bermain dengan energi yang sama, walau jemari-jago-mengobel itu sudah lama membengkak. Duff masih tetap dengan uber coolness, kekerenan yang tiada banding. Tapi kali ini dibarengi oleh kerut di muka dan suara yang sedikit berubah.

Mereka menua, tapi begitu juga kita. Begitu pula saya, yang pertama kali mendengar GNR saat SMP dan langsung tahu kalau band ini akan saya cintai sampai saya dikubur kelak. Menonton GNR dengan tiga personel lengkap mungkin adalah pengalaman yang nyaris langka. Sebab, mengutip flyer saat mereka membaptis ulang Whisky a Go Go: kapan lagi.

Siapa tahu mereka akan bertengkar dan bubar lagi. Siapa tahu salah satu dari mereka, atau malah kita, akan dipanggil ke alam barzah. Siapa yang tahu masa depan? Dan karena itu: kapan lagi bisa menonton GNR dengan tiga personel asli? []

Leave a Reply

Your email address will not be published.