Saya lahir di hari ibu, di penghujung tahun Guns N Roses merilis Appetite for Destruction, album debut mereka, sekaligus sebagai salah satu album terbaik sepanjang sejarah rock n roll.
Kota kelahiran saya bernama Lumajang. Sebuah kota kecil di kaki Gunung Semeru. Kota yang ramah, tenang, sekaligus tak banyak bergerak. Saya punya banyak kenangan dengan kota ini. Jalannya yang kecil, orang masih banyak yang bersepeda, rumah dua orang kakek dari ayah dan mamak, hingga jalan kaki dari rumah nenek ke Alun-alun Lumajang.
Saya besar di Jember, kota yang dikenal sebagai pemasok tembakau kualitas wahid. Menghabiskan masa kanak-kanak di TK Kartini, sekolah dasar di SD Al Furqon, jadi remaja yang mimpi basah pertama kali di SMP 7 Jember, dan menjalani 3 tahun yang sangat menyenangkan di SMA 1 Arjasa. Di sekolah ini juga saya bergabung di organisasi pecinta alam Hega’s Wana. Organisasi ini semakin mendorong saya buat mencintai alam, gunung, juga manusianya.
Selepas sekolah dengan seragam, saya mengambil kuliah di jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra Universitas Jember. Maklum, kagum sekali dengan Gola Gong dan Soe Hok Gie, dua orang yang pernah berkuliah di fakultas Sastra.
Di kampus yang rindang itu, saya menghabiskan waktu selama 6 tahun. Selain kuliah, bermain band, pacaran, belajar cari duit, saya juga sempat nyantri di Unit Kegiatan Pers Kampus Mahasiswa, Tegalboto. Saya belajar banyak di unit mahasiswa yang berjuluk Red Carpet Community itu.
Saya belajar menulis, berorganisasi, dan menghabiskan banyak sekali menit di sudut ruangan yang berdebu dan bertumpuk buku. Hingga sekarang, mungkin hingga kapan pun, saya tak akan bisa membalas semua jasa Tegalboto.
Selepas lulus kuliah tahun 2011, saya melanjutkan sekolah di Universitas Gadjah Mada. Mengambil jurusan Kajian Pariwisata. Namun baru selesai tahun 2016, tertunda oleh banyak sebab. Oh ya, tesis saya berbicara tentang music tourism di Indonesia. Ini menggabungkan dua bidang yang saya cintai: musik, dan juga pariwisata.
Di Yogyakarta pula, saya juga sempat nyantri pada Mas Puthut EA. Kebetulan beliau punya usaha kreatif bernama Klinik Buku EA, yang sekarang bertransformasi jadi Komunitas Bahagia EA. Saya belajar banyak pada beliau dan seluruh anggota komunitas itu. Di komunitas ini, saya juga mendapat kesempatan menulis beberapa buku. Bisa dilihat dan diunduh di laman Publikasi.
Sekarang saya terdampar di kota yang dulu saya benci: Jakarta. Sudah nyaris setahun saya di sini. Pangkalnya, karena saya jatuh cinta dengan salah seorang penduduknya. Akhirnya setelah menikah, saya tinggal di Jakarta.
Saya bekerja sebagai jurnalis di majalah The Geo Times. Sebenarnya saya agak kurang berani juga mendaku sebagai “jurnalis”. Saya merasa profesi ini sebagai profesi yang suci dan berat. Tak semua orang bisa melakukannya. Saya selalu ingat petuah salah seorang guru saya, Cak Rusdi Mathari, “Wartawan itu bukan profesi, tapi sesuatu yang mengalir dalam nadi.” Saya belum bisa seperti itu.
Pada Januari 2016 saya bergabung dengan perusahaan rintisan media, Tirto.id. Sampai sekarang, Januari 2018, saya masih di sini. Saya bekerja sebagai penulis di Tirto.id, biasanya menulis tentang musik, perjalanan, pariwisata, kadang melakukan liputan-liputan bidang yang saya sukai. Tempat kerja ini memberi saya begitu banyak kebebasan dan kebahagiaan. Semoga terus begitu.
Oh ya, nama saya Aunurrahman Wibisono. Tapi kamu bisa memanggil saya Nuran Wibisono. Salam kenal. []