Percaya atau tidak, hewan ternak yang bahagia cenderung punya rasa daging yang lebih enak. Sapi Kobe dikenal sebagai salah satu daging terbaik di dunia. Pakannya rumput kelas tinggi. Mereka bahkan rutin dipijat. Kalau itu belum cukup, mereka juga diberi minum bir kualitas yahud. Hasilnya? Daging yang lembut dan konon lumer di lidah.
Tentu hal ini bisa dijadikan perdebatan, apakah mereka benar-benar bahagia? Bagaimana mereka bisa bahagia kalau tak lama lagi akan disembelih dan menjadi pengisi perut para karnivora? Tapi biarkan saja perdebatan itu, dan anggap saja mereka bahagia.
Tahun 2003, para peneliti dari Penn State University, punya gawean selo. Mereka meneliti para ayam dengan kandang yang nyaman, juga ayam yang dibiarkan bebas berkeliaran di pekarangan. Hasil penelitiannya: telur ayam yang dihasilkan mengandung zat Omega 3 lebih tinggi. Juga lebih kaya vitamin A dan E.
Mungkin berangkat dari penelitian-yang-sekilas-tampak-selo-tapi-penting ini, para arsitek mulai dilibatkan untuk membangun kandang hewan ternak. Kenapa kandang? Karena rumah yang nyaman adalah salah satu pemasok kebahagiaan. Makanya ada istilah sandang, pangan, papan sebagai kebutuhan utama kita.
Proyek kandang tidak main-main. Riset dilakukan dengan serius. Bentuknya pun tak kalah dengan proyek arsitektur yang dibuat untuk manusia.
Arsitek asal Swedia, Torsten Ottesjö, misalkan. Membuat kandang ayam berbentuk sayap ayam. Ini penuh makna filosofis. Diharapkan, kandang ini bisa berlaku sebagai sayap induk yang selalu melindungi.
Tak kurang, Torsten membuat desain kandang ayam ini dengan sangat detail. Ia mengatur jarak antar kayu, supaya ayam tetap mendapat pasokan cahaya alami yang cukup. Kalau masih merasa kurang atas keseriusannya, bayangkan: kandang ini dibangun di atas bebatuan pantai barat Swedia. Langsung menghadap ke laut.
Bahkan mungkin seumur hidup, saya tak akan mampu membangun rumah di daerah itu. Mahal jeh.
Proyek kandang ayam juga dikerjakan oleh arsitek asal Belanda, Frederik Roije. Ia membuat desain kandang yang diberi nama Breed and Retreat.
Desain ini ia pamerkan dengan bangga di Galeri Ventura Lambrate di pagelaran Milan Design Week 2010. Kala banyak arsitek memamerkan desain rumah mewah, atau gedung dengan desain yang rumit, meneer Belanda ini dengan bangga memamerkan kandang ayam.
Tak sekedar bangunan biasa, kandang ayam buatannya mengandung makna filosofis. Ia mengharapkan kandang ayam ini bisa mengingatkan kita untuk ‘menghormati’ ayam yang sudah berjasa memasok protein bagi umat manusia.
“Kandang ini untuk menghilangkan keasingan dari asal usul kita. Menghormati alam itu sangat perlu. Dengan mendesain tempat yang istimewa, ini artinya memberi ruang bagi alam, bahkan di masyarakat urban sekalipun,” katanya. Filosofis bukan?
Baru-baru ini, biro arsitek terkenal asal New York, Architecture Research Office (ARO) membuat kandang ayam yang memadukan lempengan logam dan kayu. Lagi-lagi, desain dan detailnya pun dibuat dengan serius.
Lantainya saja, selain dilapisi jerami, tanah, dan serbuk kayu, juga diberi penghangat di lapisan terbawahnya. Ini untuk menjaga ayam tetap hangat.
Sebelum mendesain kandang yang cukup bagi 8 ekor ayam indukan untuk berkejaran ini, ARO sampai merasa perlu melakukan riset dan kebiasaan ayam. Ini dilakukan untuk mendapatkan data semisal berapa luas ideal ruang yang diperlukan ayam, bagaimana panas yang baik, atau seperti apa ventilasi yang dibutuhkan ayam agar bisa berkembang dan bereproduksi dengan baik.
“Kami mengawasi segalanya, dari ukuran kandang yang cocok untuk ukuran ayam, lokasi kotak untuk telur ayam, dan akses untuk memanen telurnya,” kata Stephen Cassell, arsitek kandang ini sekaligus salah satu pendiri ARO.
Kandang ayam ini dibuat dari papan kayu, yang membentuk cembungan seperti busur. Penutup dinding dibuat dari kayu cedar. Sirapnya terbuat dari alumunium, dengan ujung yang ditekuk. Selain memberi ruang untuk masuknya cahaya, tekukan ini menghasilkan bayangan yang indah saat kandang diterpa sinar matahari.
Kandang ini punya dua pintu di ujung. Satu untuk ayam, dan satu lagi untuk manusia. Di dalam kandang, tiap sisi dinding diisi oleh delapan kotak tempat ayam bertelur dan mengeram. Selain itu, ada beberapa tiang untuk tempat menclok si ayam.
Selama masa pembuatan dan riset, tim ARO juga mengindentifikasi enam jenis predator yang bisa membahayakan ayam dan juga telurnya. Mulai dari musang, hingga burung pemangsa. Tim ARO lantas membuat pondasi dari beton, supaya pemangsa tidak bisa menggali tanah untuk masuk dalam kandang.
Segitu perhatiannya. Mengharukan sekali.
Kandang ayam ternak seperti ini seolah menyindir dan memukul telak peternakan ayam industrial yang mengorbankan kenyamanan ayam demi untung yang lebih besar.
Dalam film dokumenter Food, Inc. kita bisa menyaksikan betapa kejam peternakan ayam industrial itu. Kandang besar, namun menampung ayam dalam jumlah yang berlebihan. Ayam berdesakan, banyak yang mati karena kekurangan nafas. Para peternak yang menjual ayam mereka untuk restoran waralaba ini juga menutup celah untuk masuknya cahaya. Konon, ini cara cepat untuk menggemukkan ayam.
Namun hasilnya bisa kita rasakan sama-sama. Daging ayam yang kita makan di restoran waralaba internasional itu memang tebal. Namun sonder rasa, meskipun konon sudah dibumbui dengan “resep rahasia turun temurun”.
Bisa jadi ini karena hidup ayam itu sama sekali tak bahagia.
Kandang yang dibuat oleh beberapa arsitek di atas itu seharusnya membuat kita sadar, hewan ternak tak jauh beda dengan manusia: sama-sama membutuhkan rumah yang nyaman. []