For Those About to Rock, I Salute You: Dibalik Kisah Ibadah Hair Metal

Awalnya saya iseng bertanya pada mas Philips, sang owner Jakartabeat.net.

“Mas, aku mau nulis tentang hair metal dong” kata saya pada suatu malam. Mas Philips bertanya mau nulis apa, bla bla bla. Dan saya jelaskan konsep tulisan saya, bla bla bla. Semua berujung pada permintaan tambahan dana buat uang transportasi, hehehe. Mas Philips sepertinya tertarik dengan tawaran saya, dan proposal permintaan dana saya disetujui, cihuy ah! 🙂

Voila, Saya mendapat uang jalan yang ditransfer lewat Mas Taufiq, co-founder Jakartabeat.net yang juga bekerja sebagai editor The Jakarta Post.

Maka saya dengan langkah mantap berangkat untuk memulai naik haji ala hair metal. Bisa jadi ini pencapaian terbesar saya sebagai fans hair metal semenjak jatuh cinta pada genre ini sekitar 10 tahun yang lalu: mewawancarai band-band dan komunitas hair metal.

Saya berangkat tanggal 16 September 2010, 5 hari setelah hari raya Idul Fitri. Saya memutuskan untuk singgah semalam di Yogyakarta. Sejak dari dulu, kalau saya ingin ke Bandung atau ke Jakarta menggunakan kereta api, saya selalu transit dulu di Yogya, baru keesokan harinya melanjutkan perjalanan.

Sialnya –bisa jadi ini kutukan dari pacar saya yang baru jadian sehari sudah saya tinggal ke luar kota—kereta Logawa yang saya tumpangi mogok di Klakah. Lokomotifnya rusak. Kereta ekonomi ini pun telat 7 jam lebih. Saya yang seharusnya sampai di Yogya sekitar jam 4 sore, baru sampai di kota gudeg ini sekitar jam 11 malam. Sialan.

Saya dijemput Cahyo Bibir, karib saya dari UKM Ekspresi UNY yang gemar menghina orang. Ketangguhannya dalam hal sarkasme sungguh liat dan terkenal hingga ke akhirat. Saya menginap di kontrakan anak-anak Ekspresi yang malam itu sepi karena penghuninya masih pada mudik.

Esok harinya saya berencana naik kereta api Pasundan menuju Bandung. Saya memang tak pernah punya itenerary yang rinci setiap melakukan perjalanan. Saya suka mengganti-ganti destinasi sesuka hati dan tergantung mood. Saya suka kejutan seperti itu.

Saya menuju Bandung karena Om saya yang di Bandung menawari untuk pergi rafting di sungai Citatah. Saya yang belum pernah rafting, jelas tidak menolak tawaran yang menggiurkan itu –lebih menggiurkan karena semua itu gratis, hahaha.

Saya sampai di Bandung jam 1 pagi, langsung menuju rumah si Om di daerah Cigadung.

Keesokan siang, saya beserta tante dan 2 orang anaknya –si sulung Faishal dan Farhan si bungsu yang nakalnya minta ampun—segera berangkat ke Sukabumi untuk rafting. Kami menginap di rumah penduduk.

Esok paginya baru kami rafting di sungai yang memiliki grade 3 ini. Lumayan tinggi grade-nya, mengingat grade tertinggi untuk sungai adalah 5. Grade 4 saja katanya sudah tak mungkin di arungi.

Pengalaman rafting pertama ini begitu menyenangkan. Begitu memompa adrenaline. Om saya malah sempat terlempar dari perahu, tak siap siaga ketika perahu terhantam jeram. Kami balik ke Bandung sore harinya.

Esok malamnya saya bertemu dengan rekan saya sesama kontributor di Jakartabeat.net, Idhar Resmadi. Saya sedari dulu begitu menyukai gaya menulisnya yang rapi dan terstruktur –sesuatu yang masih belum bisa saya lakukan. Kami janjian di DU 68, sebuah music store yang menjual pernak-pernik musik, mulai kaset, cd, vinyl, poster, hingga kaus.

Idhar tak jauh berbeda dari foto yang pernah saya lihat. Ia ramah dan suka bercerita. Saya banyak belajar banyak darinya. Oh ya, terima kasih traktiran 1 pitcher bir-nya bung. Meskipun saya jarang minum bir, itu adalah bir terenak yang pernah saya minum. Cheers 🙂

Idhar the journalist

Esok paginya, dengan travel termurah, saya pergi ke Jakarta untuk memulai perjalanan hair metal saya. Sehari sebelumnya saya sudah janjian dengan Miko dan Maya, dua orang teman saya yang tinggal dan bekerja di Jakarta. Rencananya saya menginap di tempat mereka.

Sampai Jakarta sore hari, saya dijemput Miko yang basah kuyup karena menerobos hujan. Kami langsung pergi ke kosan Miko yang terletak di Kemang (bener Kemang kan Mik? :)). Saya sempat bertemu dengan Maya di sebuah restoran makanan Jepang. Lalu saya ditraktir Sour Sally, frozen yoghurt yang sering diomongkan si Putri dan si Ayos karena katanya lezat.

Narasumber pertama yang saya temui adalah Rezanov, vokalis GRIBS –band hair metal yang merilis album perdana berjudul Gondrong Kribo Bersaudara pada tahun 2009. Ternyata ia adalah pria kelahiran Malang yang besar di Blitar. Jadi kami banyak berkomunikasi dengan bahasa Jawa.

Reza adalah rocker yang ramah dan menyenangkan –sama sekali berbeda dari citra hair rocker di Amerika yang umumnya menyebalkan dan sengak. Kami berbincang banyak malam itu, mulai dari jargon sex, drugs, rock n roll, hingga masa depan hair metal di Indonesia. Saya sendiri sempat terkaget ketika Reza menolak bir yang saya sodorkan, ternyata ia bukan peminum alkohol. Ia lebih memilih kopi susu di warung sebelah Warung Apresiasi yang malam itu tutup.

Rocker pecinta kopi susu 🙂

Kemudian narasumber kedua yang saya temui adalah gerombolan rocker yang punya cover band AC/DC. Ada Arya, El Hendrie, Kiki, Arya Bima, dan satu lagi saya lupa siapa namanya. Mereka juga tipikal rocker yang ramah dan murah senyum. Arya dan Kiki adalah rocker beriman. Mereka bahkan sudah berumrah dan naik haji. Saya kaget betapa hair metal sudah berevolusi sedemikian rupa –setidaknya di Indonesia. Jargon sex, drugs, booze, and rock n roll yang begitu lekat dengan hair metal tampaknya sudah tak relevan lagi.

We are young, and we are proud!

Total saya menghabiskan waktu selama 7 hari di Jakarta (awalnya saya hanya merencanakan 4 hari saja di Jakarta, karena saya tak pernah bisa betah dengan suasana Jakarta). Miko dan Maya dengan senang hati menanggung semua biaya hidup saya, mulai makan hingga nonton bioskop. Jadi bisa dibilang, uang jalan dari Jakartabeat tidak berkurang sedikitpun. Akhirnya saya menggunakannya untuk berbelanja buku bekas di Blok M, hehehe.

Bahkan di hari terakhir saya di Jakarta, saya ditraktir makan sea food, dibayari nonton bioskop, hingga nongkrong sembari minum bir di Kemang. Uh, saya berhutang budi sangat banyak terhadap pasangan absurd itu. Makasih ya Miko dan Maya! 🙂

Miko dan Maya, dua pasangan absurd 🙂

Kejadian biaya hidup saya ditanggung juga terjadi di Yogyakarta. Sepulang dari Jakarta, saya berhenti di Yogyakarta untuk bertemu dengan Sangkakala, band glam rock yang para personilnya adalah alumni dan mahasiswa Institut Seni Indonesia.

Panjul dan Cahyo adalah dua orang mahasiswa yang sok. Mereka melarang saya membayar makanan saya sendiri. Semua serba dibayari. Mulai dari makan mie di burjo, minum kopi di kafe, makan nasi kucing di angkringan, hingga makan gudeg di Gejayan. Saya tak boleh mengeluarkan uang sepeser pun.

“Uang Jember tak laku disini” kata Cahyo songong. Lagi-lagi, uang jalan dari Jakartabeat tidak berkurang.

Panjul dan Cahyo berserta 1 groupies mereka 🙂

Uh, saya lagi-lagi berhutang budi terhadap Panjul dan Cahyo, dua pasangan absurd yang kuliahnya juga belum rampung. Ayo selesaikan hutang puluhan SKS kalian itu! Hahahaha 😀

Sangkakala sendiri adalah tipe rocker yang rendah hati. Mereka semua adalah propagandis ulung, yang berusaha keras memasyarakatkan kembali glam rock, genre yang dulu pernah berjaya. Dengan background sekolah seni, mereka dengan sukarela mengadakan Macanista Art Project yang terdiri dari berbagai macam workshop seperti Skool of Rawk, Hairdresser from Hell, hingga Glam Raw Uniform. Saya banyak belajar dari mereka.

Sangkakala yang suka bermain kembang api

Bisa jadi, perjalanan ini memberikan saya banyak pelajaran yang tak pernah saya duga sebelumnya. Yang pasti, saya tak pernah menyesal meninggalkan skripsi saya sejenak untuk perjalanan yang berpahala banyak ini. Yang paling menyenangkan dari semuanya adalah hipotesa saya benar, hair metal belumlah mati 🙂

For those about to rock, I salute you!

***

Terimakasih juga buat Om-om dari Wanadri, Boogie, dan Cheeroke. Buat Mas Wendra, makasih buat modemnya. Buat Fatati Nur Diana, makasih sudah mau nemenin jalan-jalan ke kota Tua. Juga buat sahabat-sahabat di Yogya seperti Yandri, Prima, Rhea, Islah, Telo, Zilla, dan seluruh punggawa Ekspresi yang membuat saya percaya bahwa mahluk absurd itu masih banyak spesiesnya. You rocking guys!

Oh ya, buat Miss R, maaf karena aku tinggal dalam waktu yang lama. Makasih sudah bersabar 🙂

Ucapan terimakasih terbesar tentu ditujukan untuk Mas Philips dan Mas Taufiq, dua founder Jakartabeat.net yang membuat ibadah hair metal ini menjadi mungkin. Keep on rocking uncles 

One thought on “For Those About to Rock, I Salute You: Dibalik Kisah Ibadah Hair Metal

  1. wah, kangen foto ku yg tampak lima tahun lebih muda ini hahaha.. :)) mantap bung esai perjalannannya. two thumbs up!

    -idhar

Leave a Reply

Your email address will not be published.