Semua seperti kebetulan. Ketika berada di Jember beberapa waktu lalu, saya menemukan kaos bergambar Jim Morrison yang sempat hilang beberapa saat. Kaos putih ini adalah pemberian Maya Wuysang, seorang karib. Saya memakainya nyaris setiap saat. Setelah dicuci, saya pakai lagi, cuci lagi, begitu seterusnya. Hingga warna putihnya memudar dan berganti dengan warna putih kelam. Atau bisa disebut kelabu.
Selepas menemukan kembali kaos kesayangan saya itu, saya membawanya ke Jogja, dan kembali melakukan ritual suci: menggunakan kaos putih itu setiap saat, selepas dicuci.
Ia berdiri di tepi jalan. Menggoyangkan jempolnya, isyarat untuk menumpang. Tapi tak ada yang perduli dengan pria kumal ini, kecuali sebuah mobil sedan hitam.
Layar berganti.
Pria gondrong tadi sudah mengendarai mobil American muscle itu. Terdengar suara radio di mobil, memberitakan kabar buruk bagi penggemar musik rock: kematian Jim Morrison, vokalis flamboyan dari The Doors.
Matahari tenggelam dari kejauhan.
Film “When You’re Strange” adalah antitesis dari “The Doors”, film fiksi mengenai The Doors, garapan Oliver Stone yang membuat saya jatuh cinta pada band asal California ini untuk pertama kalinya.
Dalam “The Doors”, Jim digambarkan sebagai seorang yang destruktif. Ia suka menyakiti dirinya sendiri, berbuat kekacauan yang sepertinya tak mungkin dilakukan seorang manusia.
Ray Manzarek, sang keyboardist The Doors, menganggap Oliver melupakan sisi manusiawi Jim Morrison yang kocak, cerdas, dan juga pemalu. Karena itu Ray begitu mendukung fim “When You’re Strange” yang dianggap sebuah representasi tepat mengenai sosok Jim Morrison. Film ini bertambah tinggi “derajat-nya” karena menyertakan beberapa footage montage mengenai The Doors yang selama ini belum pernah di pubikasikan.
Perhatian saya teralih pada suara pintu dibuka. Itu Arys, kawan saya. Ia datang membawa tas plastik berwarna putih. Isinya rokok, camilan, dan sekaleng bir.
“Kan gak enak curhat-curhatan lek gak ono bir-e” ujarnya dengan senyum nakal.
Saya tersenyum balik. Ini berarti akan ada sesi curhat semalam suntuk. Dan ya, bir paling enak diminum dengan musik The Doors sebagai pengiring. Sebelum saya mengganti “When You’re Strange” dengan lagu The Doors, saya biarkan kata-kata terakhir di film garapan Tom DiCillio itu berkumandang pelan.
To some, Jim was a poet, his soul trapped between heaven and hell.
To others, he was just another rock star who crashed and burned.
But this much is true – you can’t burn out if you’re not on fire.