Halo handai taulan, apa kabar semua? Semoga selalu dilimpahi kebahagiaan dan kesehatan selalu.
Ini ceritanya saya sedang selo. Proposal tesis sudah selesai ditulis. Nunggu dibantai dan direvisi habis-habisan saja, baru saya bisa beranjak mengerjakan tesis ini. Oh ya, tesis saya akan membahas festival musik sebagai potensi wisata di Indonesia. Ini adalah buah ketertarikan saya terhadap music tourism. Bagi yang belum tahu banyak mengenai music tourism, bisa membaca buku Music Tourism: On the Road Again karya Chris Gibson dan John Connel. Bagi yang belum punya, monggo kirimi saya email kalian. Nanti saya kirim pdf-nya. Buku ini sangat menarik dan komprehensif dalam membahas mengenai pariwisata berbasis musik
Tema yang dibahas mulai soal festival musik, musik dari sudut pandang ekonomi, hingga budaya. Meskipun buku ini banyak menulis data, tapi sama sekali tak membosankan. Malah menyenangkan untuk dibaca. Karena jadi salah satu buku penting untuk tesis, saya selalu membawa buku ini kemana-mana. Mulai dari makan, nongkrong, hingga ke toilet, sekiranya saya menunggu, buku ini selalu saya baca. Buku ini seperti jadi pacar saya sejak beberapa bulan belakangan. Maklum, si pacar jauh dan tidak bisa menemani setiap saat. Haiyah, malah curhat.
Ngomong-omong soal Rani, bulan kemarin saya dan Rani menaikkan status hubungan. Akhirnya kedua keluarga kami bertemu di Jakarta. Senang sekali rasanya saat acara itu diadakan. Dua keluarga saling bersilaturahmi dan berbicara mengenai hubungan yang lebih serius. Bonus yang paling menyenangkan: tentu makan rendang buatan mama Rani yang sangat mak nyuss itu. Hahaha.
Ada yang tahu kenapa perut Rani keliatan kempes? :p |
Tapi sebelum itu, kami berdua sama-sama pusing dan cukup tertekan dalam menyiapkan acara pertemuan ini. Maklum, keluarga kami berjauhan. Bahkan beda pulau. Keluarga Rani dari Sumatera, dan keluarga saya dari jazirah Jawa. Belum lagi mencocokkan waktu karena keluarga inti kami adalah kelas pekerja yang waktunya tidak lentur. Sebagai bocoran, kalau sedang tak tahan terhadap tekanan, Rani sering menangis. Hihihi. Saya sih cuma garuk-garuk kepala dan sesekali menjambak rambut. Bisa jadi itu penyebab rambut saya menipis belakangan ini.
Jangan sampai saya menjadi botak sebelum waktunya!
Syukurlah akhirnya acara ini berakhir dengan sukses, walau ada beberapa pembicaraan tambahan selepas acara resmi. Selain itu, saya dan Rani sama-sama sadar kalau ini baru permulaan dari segalanya. Saya dan Rani kadang-kadang suka tersenyum kecut waktu memikirkan bagaimana tertekannya saat menyiapkan pernikahan. Wong tunangan saja sudah sedemikian menyita waktu dan pikiran, apalagi pernikahan. Tapi kami tetap saja semangat menyiapkan segalanya. Segala persiapan ini juga menyadarkan kalau jalan masih panjang dan berkabut di depan. Semoga kami masih bisa bertahan berjalan bersama sampai kapanpun. Amin.
Oh ya, awal bulan Oktober ini saya dihibur dua konser yang sangat keren.
Konser pertama berlangsung di acara “Macanista for Sangkakala” (2/10). Ini adalah acara penggalangan dana untuk album HeavyMetalithicum yang akan dirilis akhir bulan Oktober ini. Ada banyak agenda di acara ini: sablonase kaos, penjualan merchandise, pasar klithikan (Blankon menjual beberapa koleksi boots, hingga bemper mobil, hihihi), hingga potong rambut gondhes ala Sangkakala. Saya berpartisipasi di semuanya. Termasuk memangkas rambut. Kebetulan yang memotong adalah Atjeh, sang pemain bass Sangkakala.
Saya adalah korban pertamanya. Waktu saya duduk di kursi, banyak tatapan kasihan pada saya. Mungkin pikir mereka, mau saja saya dipotong sama Atjeh. Hihihi. Tapi hasilnya cukup bagus walau guntingnya tidak tajam. Saya disoraki oleh beberapa kawan waktu mengetahui genteng kepala saya baru.
Di acara ini, datang juga mas Jati. Beliau adalah kawan baru saya dari Bogor yang berkenalan melalui blog ini. Kami akkhirnya kopi darat di Jakarta beberapa bulan silam. Penggemar musik heavy metal ini dengan sangat baik membawakan saya kue talas yang sedang tren di Bogor. Waktu acara Macanista for Sangkakala, kebetulan pegawai BUMN ini sedang ada agenda workshop di Yogyakarta selama beberapa hari. Karena saya tahu dia suka musik heavy metal, saya mengajakya. Tebakan saya benar, Mas Jati sangat terhibur dengan penampilan Sangkakala.
Mas Jati dan saya yang baru potong rambut |
“Wuih, musiknya keren. Iron Maiden banget!” katanya sembari tersenyum puas. Mas Jati juga turut membeli kaos Sangkakala. Siapa tahu dia bisa mendirikan Macanista untuk area Bogor dan sekitarnya. Hihihi.
Konser kedua awal bulan Oktober adalah konser Skid Row di stadion Kridosono (8/10). Saya menonton band asal New Jersey ini untuk kedua kalinya. Kali ini saya menonton tanpa tiga orang sahabat saya: Alfien, Budi, dan Taufik. Kami sudah terpencar. Alfien yang sudah jadi PNS di Probolinggo tak bisa datang ke konser terkait kewajiban kerjanya. Budi juga tak bisa menonton karena terlalu mepet dengan jam kerjanya. Sedang Taufik di Brebes waktu itu harus memperkuat tim sepak bola daerahnya di sebuah kompetisi. Jadinya tak ada lagi cerita kami beramai-ramai menonton Skid Row seperti tahun 2008 silam.
Tapi kali ini saya mendapat kawan menonton yang tak kalah mengasyikkan. Siapa lagi kalau bukan Andrey Gromico, alias Miko. Hahaha.
Pria asal Malang itu datang ke Yogyakarta dengan membawa gelar baru: sarjana. Untuk merayakannya, ia rela datang dari Jember untuk menonton Skid Row. Ia naik bis dari Jember dan sampai Yogyakarta pagi hari.
Mengetahui ada orang asing datang berkunjung, Ozzy (anjing kesayangan penghuni kontrakan) langsung ingin bermain dengan Miko. Maka ia mengejar Miko untuk bermain. Gelagatnya jelas, ekornya digoyang-goyangkan. Celakanya, Miko yang takut anjing mengira Ozzy akan menggigitnya. Ozzy yang melihat Miko lari, menganggap ia mengajaknya bermain. Maka dikejarlah si Miko. Sedangkan Miko yang mengetahui Ozzy mengejarnya, berlari makin kencang hingga ke jalan besar.
Saya hanya bisa tertawa kencang (waktu itu saya belum tahu kalau Miko takut anjing) hingga akhirnya saya mendengar klakson mobil membelah udara. Saya kaget. Saya mengira Mico ditabrak mobil atau Ozzy dilindas mobil. Saya sontak berlari. Ternyata Miko jatuh karena terpleset pasir dan nyaris dicium bemper depan mobil. Untung rem mobilnya pakem. Ozzy? Ia hanya terkekeh iseng sembari menjulurkan lidah, menunggu Mico mengajaknya bermain kembali. Hihihi.
Berkat adegan bodoh itu, Miko cedera. Kaki dan tangannya lecet lumayan parah dan berdarah cukup banyak. Untung itu tak menghalanginya bernyanyi dan meloncat-loncat saat menonton Skid Row. Kami berdua seperti jadi remaja kembali, bernyanyi dengan bahagia di lagu-lagu-menolak-tua macam “Slave to the Grind”, “In the Darkness Room”, dan “Monkey Business”. Miko bahkan memamerkan suara melengkingnya, lengkap dengan gestur tangan diangkat ke udara. Hahaha. Dan seperti bisa ditebak, kami paling keras bernyanyi di lagu “I Remember You”, “18&Life”, dan “Youth Gone Wild”. Yeah!
Setelah kabar-kabar baik diatas, kabar buruk belakangan datang menyusul.
Ini terkait proyek buku biografi Slank yang sedang saya dan kawan-kawan kerjakan. Kemungkinan besar, sebut saja 90%, buku ini akan gagal dibuat. Mas Puthut yang menyampaikan pada saya. Ini terkait kontrak yang sebetulnya saya sedikit malas membahasnya. Padahal saya dan Panjul sudah selesai mewawancarai banyak narasumber –sekitar 30-40 orang. Mas Puthut juga sudah menyiapkan waktu luang untuk menulis buku ini.
Kecewa? Jelas. Panjul jelas kecewa karena ia sudah berkeliling, dari Jawa Barat hingga Jawa Timur untuk mewawancarai narasumber. Mas Puthut juga pasti sangat kecewa, karena ini adalah proyek A baginya. Bagi yang belum tahu, dalam jagat penulis lepas, proyek A adalah proyek yang sangat penting, sarat idealisme dan kesenangan personal penulis. Bagi penulis lepas, mendapat proyek A ini tak dibayar pun tak apa. Saya juga kecewa karena turut pula menghabiskan waktu lumayan lama untuk mewawancarai narasumber.
Namun di balik itu semua, saya sadar kalau saya banyak bersenang-senang dalam proyek ini. Saya bertemu orang-orang hebat yang dulu hanya bisa saya baca namanya di majalah, koran, atau liner notes. Mendengar cerita-cerita mereka membuat saya belajar banyak. Apapun itu, pengalaman bekerja di proyek biografi Slank ini tetap berharga. Ya semoga kelak buku ini bisa diterbitkan. Sementara itu, saya kepikiran untuk mengunggah beberapa tulisan hasil wawancara saya itu di blog. Tapi nanti dulu, saya minta izin dulu ke mas Puthut. Semoga dibolehkan.
Sial, saya sudah meracau panjang sekali. Rasanya menyenangkan bisa leluasa menulis lagi di blog. Jadi, sampai jumpa di tulisan lain! 🙂
aku ra melu ditulis 🙁
Soale koe ora ganteng :p
saya mau donk mas.. ebooknya..
emailnya eryulius@yahoo.com
makasih ya 🙂
Sudah saya kirim ke email sampean. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah mampir, salam 🙂
aku tau kenapa perut rani terlihat kempis! aku tau!
Ini pasti Wana? :p
Asemlah. Kok gagal jadi tuh Buku, padahal kunanti-nanti tuh Buku. Hayolah, semoga kontraknya bisa direnewable lagi. 🙁
Belum tau tuh mas. Bos saya sudah agak sedikit malas meneruskan proyek ini dan ngurus kontrak dengan pihak pengontrak. “Nguras energi aja,” katanya. Hehehe. Tapi semoga beberapa tulisan bisa aku unggah di blog ini 🙂 Makasih udah mampir. Salam hangat.
aku njaluk buku e pisan mas
rhonaputraardianto@gmail.com
kyok e udan nang jmber bkalan tmbah deres, berangin. lek ketok mas nuran genteng e nyar
Wis tak kirim sektasan. Coba cek emailmu. Diwoco sing genah, buku penting kuwi 😀
Lahh, bukune gak sido, Mas???
Wahh padahal para penulisnya favorit saya semua itu..
Iyo mas, bukunya terpaksa harus batal. Sayang sebenarnya, tapi mau gimana lagi. Hehehe. Semoga lain waktu buku ini bisa terbit 🙂
Jamput! kok iso ra sido cuk iku Slank, piye? Duh…. 🙁
Aku makin yakin , kalau tipe A itu selalu tidak tepat waktu, seperti cinta mas Puthut di novelnya 😀
aku njaluk bukune, Mas ya di: tentangdedik@yahoo.com
Yo kuwi mas, mendadak proyek-e ra sido 🙁 Sing tipe A iki pancen butuh perjuangan, rodo abot soale, akeh halangane 😀 Siaaap, wis tak kirim bukune. Semoga bermanfaat.
Salam
Salam kenal mas nuran. Saya Adit dari Bandung. Jujur, tulisan mas keren2. Dan maaf bgt klo aku baru baca ebook2 mas yg tentang perjalanan ke flores brng mas ayos & yg tentang batik Laweyan. Keren tenanan, Sumpah! Oiyo, iso njaluk ebook tentang musik mau? kirim nang adityashoreapratama@gmail.com. Suwun yo mas sakderenge. Salam kenal sekali lagi.
Halo Adit, salam kenal juga. Hehehe, seneng rasanya dapat teman baru. Hooo, ebook itu toh. Sudah 4 tahun umurnya, gak terasa ya. Hehehe. Makasih sudah mau ngunduh dan baca buku itu. Btw, buku music tourism wis tak kirim, coba dicek. Semoga bermanfaat 🙂
wah suwun mas. Sebenernya aku sempet kenalan sama mas nuran waktu aku dan anak2 pandal dari bandung sowan ke kontrakan panjul dkk. msh inget aku kata2 panjul, “Nih nuran, putra terbaik Jember.”hahaha. sayang, cuma sebentar waktu itu.haduh. oke dh mas. trimakasih sekali lg. sukses mas.