Monalisa adalah pelopor penjual burger kaki lima pertama. Warung ini berdiri sejak tahun 1988. Menurut sejarah, sang pemilik bernama Wibowo Agung, seorang mahasiswa perminyakan di UPN Veteran. Usaha ini dijadikan kegiatan sampingan selain belajar. Ternyata laris manis. Bahkan ketika beberapa pelaku makanan cepat saji masuk Yogya, burger Monalisa masih tetap laku, tak tergerus persaingan. Sekarang pun, ketika makin banyak pesaingnya dalam usaha burger “jalanan” macam Mister Burger dan Big Burger, Monalisa masih tetap tegak berdiri. Pelanggannya tak pernah surut.
Kemarin malam saya pergi ke Monalisa. Warung ini terletak di Jl. Kaliurang, pas di sebelah bank CIMB Niaga. Ketika saya datang, sudah banyak pelanggan yang antri.
Selain burger, dijual pula berbagai makanan “ringan” lain macam roti bakar, spaghetti, pizza, hingga kentang goreng. Ada juga berbagai milkshake dan juga es teler durian.
Untuk harga makanan berkisar antara 6.500- 11.500 rupiah. Sedang untuk minuman, harga berkisar antara 3.500- 5000 rupiah. Saya memesan burger keju untuk dibawa pulang. Karena memang sepertinya warung ini tak menyediakan ruang untuk makan di tempat. Bahkan kursi pun tak ada. Sehingga pelanggan harus menunggu sambil berdiri.
Saat saya melongok, ada dua buah wadah. Satu tempat saus, satu lagi tempat mayonaisse. Setelah saya bertanya-tanya pada sang pegawai, saus dan mayo itu ternyata bikinan sendiri. Home made sauce and mayo. Berbeda dengan burger-burger lain yang memakai saus dan mayo buatan pabrik. Hmm, rasanya pasti beda. Sausnya berwarna merah tua, sedang mayonya berwarna kuning.
Ketika sudah sampai kos, saya buka wadah burger. Hmm, bau harum menguar di udara. Harum saus dan mayo bikinan sendiri.
Nah, ini dia kelemahan burger “jalanan”. Entah kenapa, burger yang dibeli di pinggir jalan, selalu tidak ergonomis. Ketika tangan saya memegang burger, otomatis saus, mayo, dan segala isi burger jadi keluar dari roti. Sangat merepotkan. Beda dengan burger resto cepat saji yang ergonomis, jadi ketika dipegang dan ditekan, isinya tidak keluar. Mungkin ini kenapa burger “jalanan” di Indonesia masih belum bisa jadi makanan untuk dimakan ketika berjalan, ya itu, karena makannya repot dan bikin belepotan. Bayangkan kita sedang berjalan terburu-buru dan kelaparan. Satu tangan memegang berkas atau kopi, sedang satu tangan lain memegang burger yang bikin belepotan Sangat tidak nyaman kan?
Tapi soal saus dan mayo, aduuuh enak sekali. Kentara kalau bikinan sendiri. Rasa saus pedasnya bisa sangat menyengat di lidah dan dinding mulut. Tapi rasa pedas itu seperti dinetralkan oleh rasa manis dari mayo. Berbeda dengan mayo kemasan yang rasanya cenderung asam, mayo burger Monalisa yang berwarna kuning ini memiliki rasa yang manis. Selain itu, dua olesan saus dan mayo yang generous membuat kita benar-benar merasakan kenikmatan produk rumahan ini.
Lalu bagaimana dengan daging? Seperti yang saya bilang tadi, bentuknya yang tebal dan “gemuk” seperti menjamin kepuasan penikmatnya. Rasanya memang mantap. Tekstur dan rasanya mirip rolade atau bistik gelatin. Plus, rasa manis yang muncul karena kesegaran bahan.
Bayangkan semua rasa dari saus, mayo, daging, dan sayuran segar, berpadu jadi satu, yang ditangkup oleh roti bluder yang teksturnya lembut nan empuk.
Ah Monalisa, kau memang membawa pencerahan…
Enak tu keliatannya..
yummy..
mauuuuuuuu…..jadi pingin,kao mau makan ditempat ada kok disediakan tikar disamping taman2.
oh my.. sambil begadang deadline tulisan, makan ginian enak juga… :3
wah…monalisa,,sayangnya gak ada di jember…hehehe
ini memang burger mantab (pake b, biar lebih kerasa mantapnya, hehehehe)
pokoke mantab jaya wes…