“Namanya Mul,” kata Rahmad Wahyudi memulai ceritanya di sebuah sore yang damai di Pematang Reba, Riau.
Berdasarkan cerita masyarakat di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Mul berasal dari Palembang. Kerjanya masuk dan keluar hutan mencari burung langka. Terutama Murai. Karena itu, ia diburu oleh para polisi kehutanan. Sekali masuk, Mul bisa berminggu-minggu tinggal dalam hutan. Kalau perbekalan habis, atau butuh sesuatu, Mul akan turun di desa terdekat untuk belanja.
“Nah saya dapat laporan dari warga sekitar, suatu hari Mul keluar dari hutan dan berhenti di desa. Pas saya ke sana, dia sudah hilang,” kata Rahmad yang merupakan pimpinan Yayasan Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS).
Mul memang licin macam belut. Mampu hilang dengan cepat macam angin. Yang bikin Rahmad dkk gregetan, Mul selalu meninggalkan jejak yang jadi macam ejekan kepada para awak PKHS maupun polisi hutan: coretan namanya di pohon. Mul sudah lama dianggap sebagai residivis rimba.
Menurut Rahmad, Mul punya reputasi mentereng sebagai pemburu murai hutan. Tiap ekor yang ditangkap, Mul mendapat Rp 1 juta. Biasanya, saat keluar hutan, Mul membawa hingga 10 ekor murai hutan. Dulu, banyak penangkap murai tak mau menangkap murai betina. Alasannya: murai betina akan bertelur dan menghasilkan murai baru. Sekarang, karena semakin banyaknya permintaan, murai betina pun turut ditangkap.
“Gara-gara itu, sekarang tiap saya masuk hutan, sudah jarang ada suara Murai. Dulu kan nyaring banget,” kata Rahmad gemas.
Kelicinan Mul dan hilangnya berbagai satwa di Taman Nasional Bukit Tigapuluh hanya beberapa cerita saja yang dialami oleh para anggota PKHS.
Ini adalah lembaga nirlaba yang berfokus pada perlindungan dan konservasi harimau Sumatera. Lembaga ini resmi dibentuk pada tahun 2007. Sebenarnya lembaga ini adalah terusan dari lembaga Sumateran Tiger Project yang lantas berubah nama.
Penyandang dananya adalah Sumateran Tiger Trust yang bermarkas di Inggris. Namun sejak tahun 2012, PKHS mendapat hibah dari Tropical Forest Conservation Action Sumatera (TFCA Sumatera). Ini adalah skema pengalihan hutang untuk lingkungan antara Pemerintah Amerika Serikat dan Indonesia. Hibah ini adalah mekanisme untuk mengurangi hutang luar negeri bagi negara-negara yang punya kekayaan hutan tropis, termasuk Indonesia. PKHS dianggap sebagai salah satu lembaga yang secara konsisten melakukan restorasi dan perlindungan spesies.
Sejak mendapat tambahan dana hibah dari TFCA Sumatera, PKHS pun berlari semakin kencang. Salah satu kegiatan rutin mereka adalah pemantauan harimau Sumatera dalam jangka panjang. Cara yang selama ini dipakai adalah memasang camera trap, alias kamera jebakan, di pohon untuk memantau harimau Sumatera.
Memasang kamera ini bukan pekerjaan mudah. Terlbih dulu, para awak PKHS harus mengetahui lebih dulu jalur yang dilewati oleh harimau.
“Tahunya ya dari tanda sekunder. Mulai jejak kaki, sampai kotoran. Lalu menentukan kordinat. Dari sana kita bisa memperkirakan jalur yang dilewati harimau,” kata Rahmad.
Setelah kamera dipasang, bukan berarti masalah selesai. Kamera yang dipasang oleh PKHS adalah kamera dengan tingkat sensitivitas gerak yang tinggi. Bahkan daun yang bergerak kena angin pun bisa otomatis terekam. Karena dianggap benda aneh, banyak orang lokal yang memandangi kamera ini lama-lama.
“Mereka merokok di depan kamera. Seharian. Dan itu kamera terus merekam,” kata Rachmad sembari terbahak.
“Tapi yang paling lucu ya anak-anak dari Talang Mamak atau Anak Dalam. Mereka joget-joget di depan kamera. Tapi mereka gak pernah merusak kamera. Mereka hanya penasaran. Yang berusaha merusak itu biasanya pemburu ilegal.”
Masalah klise lain adalah beratnya medan yang harus dilalui. Punggungan buki di Taman Nasional Bukit Tigapuluh memang kejam luar biasa. Ada yang menanjak nyaris 90 derajat. Lalu turun dengan tajam. Medan berat seperti ini rawan bikin rontok fisik maupun mental.
Burhan Lahai adalah salah satu awak PKHS yang pernah jalan dengan empat kaki. Alias merangkak, saking tak kuat menahan lelah.
“Dulu pas awal tes, saya sangat percaya diri,” kata Burhan.
Lelaki berusia 24 tahun ini memang pantas percaya diri. Ia atletis. Maklum, pemain futsal antar kecamatan. Betisnya keras dan penuh otot. Fisiknya jelas bisa diandalkan. Apalagi waktu tes fisik untuk masuk PKHS, Burhan berhasil lolos dengan gemilang. Rasa percaya diri itu bertahan. Hingga akhirnya tiba misi pertama Burhan melakukan pemeriksaan kamera.
“Aduuuh, ampun mak. Gak mau lagi mak,” kata Burhan menirukan erangannya waktu pertama kali naik bukit.
“Rasanya mau berhenti langsung waktu itu.”
Tapi akhirnya Burhan bisa bertahan. Sekarang mantan supir truk pengangkut sawit ini sudah terbiasa dengan medan yang kejam. Ibaratnya, jalan dua-tiga bukit belum membuatnya berkeringat.
Pemeriksaan kamera adalah kegiatan rutin awak PKHS. Dalam pemeriksaan itu, mereka mengganti memori kamera, hingga mengecek pelindung kamera yang terbuat dari besi. Kamera ini tersebar di berbagai titik.
Sekali tim PKHS masuk hutan, mereka bisa bertahan seminggu, atau lebih. Mereka membawa perbekalan sendiri. Memasak sendiri. “Digigit lintah sudah biasa bang,” kata Burhan.
Yang membuat mereka tersiksa adalah kehabisan air. Kalau masa sulit itu datang dan sungai tak kunjung ditemukan, mereka memotong akar pohon yang mengandung air. Kalau lebih apes tak dapat akar pohon, mereka terpaksa minum air dari kubangan.
“Air itu sebenarnya bersih di permukaannya. Ada seninya. Harus pelan-pelan ngambilnya. Kalau buru-buru, wah lumpurnya kecampur sama air,” kata Burhan.
Yang paling ditunggu oleh tim patroli ini adalah penghujung hari. Waktunya mereka beristirahat. Memasak, makan, lalu tidur. Tempat tidur mereka beralas tanah dan beratap terpal. Mereka memang membuat tenda sederhana berbahan terpal. Tenda ini terbuka di bagian sampingnya. Kalau kena hujan air bisa tempias ke dalam.
“Yang paling gak enak ya kalau hujan ditambah angin. Enak-enak tidur, hujan. Eh dikasih angin kencang pula. Bubar semua,” kata Burhan cengar-cengir. (Bersambung)
Jadi inget waktu nonton NatGeo, kamera2 dipasang dihutan untuk merekam kegiatan harimau, yang tertangkap malah kera2 yang penasaran sama kamera, hehehe