Beberapa hari lalu, om saya menghubungi. Intinya mengajak saya pergi ke Probolinggo. Awalnya saya gak tahu mau ngapain ke Probolinggo. Tapi sepertinya saya memang susah menolak ajakan jalan-jalan, apalagi yang gratisan seperti ini, hehehe.
Setelah menitipkan motor di terminal, saya dan om pergi naik bis. Setelah berada di bis itulah saya baru tahu tujuan kami: melihat hiu yang terdampar.
Konyol bukan? Padahal saya harus menghemat tenaga karena keesokan paginya harus berangkat ke Malang dengan motor. Tapi itulah, kadang kala melakukan hal kecil yang terdengar konyol itu rasanya menyenangkan.
Setelah berganti bis dua kali dan satu kali naik ojek dengan cenglu (gonceng telu, alias satu motor bertiga), sampailah kami di pantai Klaseman. Pantai ini kotor, tipikal pantai di perkampungan nelayan.
Yang menarik justru suasananya. Riuh rendah seperti pasar malam. Ada karcis masuk untuk melihat hiu, ada kotak amal jariyah, ada penjual cilok, ada penjual mainan dan balon, dan tak lupa penjual minuman. Setelah jalan 20 meter dari parkiran, sampailah saya di pinggir pantai. Hiu tutul itu sudah jadi almarhum. Baunya amis menyengat. Tubuh hiu berukuran kecil ini ditaburi bunga. Beberapa meter disampingnya, sudah disiapkan liang lahat untuk penguburannya. Yang menonton rame, walaupun hujan turun rintik-rintik. Bahkan ada satu rombongan yang datang dengan naik pick up. Ada-ada saja 🙂
Setelah beberapa menit melihat hiu dan om saya selesai berfoto-foto, maka kami pulang menuju Jember. Tapi sebelumnya kami mampir makan di Bakso Eddy yang terkenal itu.
Konyol bukan, menghabiskan waktu seharian keluar kota hanya untuk melihat almarhum hiu?
Tapi tak bisa dipungkiri bahwa perjalanan kony0l terkadang memang menyenangkan 🙂