“Saya jadi kepikiran perkataan seorang teman. Kalau stasiun kini membatasi romansa para pencinta yang berpisah di stasiun. Dari beberapa literatur klasik, perpisahan yang megah sekaligus melankoli adalah ketika sang lelaki pergi dengan kereta dan sang gadis melambaikan sapu tangan sembari mengusap air mata. Kini sepertinya hal itu tak mungkin, karena orang tanpa tiket tak boleh masuk ke dalam stasiun. Dan berakhir di sini pula fragmen kisah kasih klasik macam itu…”
Stasiun Rambipuji Kala Mendung Menggelayut Manja |
Sekarang orang yang tidak punya tiket kereta tidak boleh masuk ke dalam stasiun. Tiket peron pun ditiadakan. Hal ini menyebabkan pengantar tak boleh masuk ke dalam stasiun, cukup menunggu di luar saja. Akibatnya ya itu tadi, hilangnya kisah romantik klasik.
Ingat film “Pearl Harbour”? Ada satu fragmen dimana penerbang Rafe yang dimainkan oleh Ben Affleck harus pergi ke Inggris untuk melawan pasukan Jerman. Malam sebelum keberangkatannya, Rafe berpesan pada kekasihnya, suster Evelyn (Kate Beckinsale) untuk tidak usah mengantarnya. Tapi itu adalah kedok belaka untuk menguji apakah Evelyn cinta Rave atau tidak. Kalau Eve mencintai Rafe, ia pasti akan menyusulnya ke stasiun.
Benar rupanya.
Menjelang keberangkatan kereta, Rafe menyaksikan Eve berlari tergopoh sembari menangis. Saat itu Rafe sadar kalau Eve mencintainya.
Saya sendiri punya kisah tersendiri dengan stasiun dan kereta api. Saat itu saya masih dalam masa pendekatan dengan pacar saya sekarang. Entah kenapa, tempat kencan pertama yang terpikirkan adalah sebuah stasiun kecil bernama Rambipuji. Saat itu bulan Ramadhan, sebelumnya kami pergi ke pabrik gula Semboro (Kenapa saya kencan di pabrik gula? Entahlah, kadang cinta memang membuat orang jadi sedikit gila). Setelah itu, kami menghabiskan sore di Stasiun Rambipuji. Bercengkrama sembari menanti adzan maghrib tiba.
Suasana stasiun saat itu riuh rendah oleh celoteh anak-anak kecil yang juga menghabiskan sore bersama keluarganya. Mendung bergelayut di langit. Ketika adzan maghrib berkumandang, kami berbuka puasa di sebuah warung lalapan di dekat stasiun Rambipuji. Lalu pulang sambil hujan-hujanan.
Sekarang kami sering berpisah via stasiun. Sebelum ada peraturan baru, biasanya Rina ikut mengantar hingga masuk ke dalam kereta. Tapi semenjak ada peraturan baru itu, Rina jadi agak terhalang untuk bisa mengantar saya hingga ke kereta.
Tapi itu toh bisa diakali. Cukup membeli tiket komuter seharga 2.000 rupiah yang jam keberangkatannya mendekati jam keberangkatan kereta saya. Voila, bisa masuk! Tapi itu hanya di Surabaya. Karena di Jember tak ada komuter, maka Rina tetap tak bisa masuk.
Ah, tiba-tiba saya jadi ingat lagu “Gubeng Rendezvous” milik Greats
Suatu senja di stasiun kota/ di remang mentari yang tua
tersenyum dia dibalik jendela
Aku patung tanpa kata-kata
perlahan, diam-diam
kau kan menemukanku
Hei/
wah, baru saja saya juga posting beberapa hari lalu. gara-gara masuk stasiun harus bayar, saya jadi gabisa lagi random duduk di stasiun makan jagung rebus sambil liatin orang lalu lalang 🙁
wah, kasian ya? 😀 sama, aku dulu sering nongkrong di stasiun. Gak jelas mau ngapain sih, cuma duduk-duduk aja sambil nunggu sore 😀 Untung di stasiun kecil deket rumahku, itu bukan tipe stasiun yang tertutup, jadi kadang masih bisa duduk-duduk disana 🙂
mbales komenmu yg di blogku ya mas, haha aku kuliah di FEB mas, tapi jiwa DKV *nahlo
eh lha kamu tu kuliah dimanae kok nongkrongnya di bonbin FIB? hehehe.