Rumah Bernama Yu Djum

Gudeg Yu Djum adalah rumah. Tak peduli seberapa jauh kamu mengembara, kamu akan kembali. Tak peduli seberapa banyak penjual gudeg di Jogja, ke sana kamu akan berlabuh pulang. Ke Yu Djum.

Kamu tentu boleh berdebat seperti apa gudeg yang enak dan ideal. Beberapa suka gudeg yang tak terlalu manis. Beberapa suka gudeg dari manggar. Tapi tentu saja, gudeg harus legit. Di sana esensi gudeg. Entah ini benar atau tidak, mungkin kelakar saja, gudeg yang manis itu simbol. Bahwa hidup sudah pahit, seharusnya dibuat manis. Perihal ada areh yang berasa gurih atau krecek pedas, anggap aja itu Yin bagi Yang.

Yu Djum adalah perwujudan ideal sepiring gudeg Jogja. Hampir semua unsurnya bercitarasa manis. Bahkan arehnya sekalipun. Kreceknya lembut. Pedas dengan campuran lumatan tempe, membuatnya jadi penyeimbang yang baik. Dan yang paling istimewa adalah telurnya. Telur bebek, dimasak bersama bumbu dalam waktu yang ultra lama. Menghasilkan telur dengan warna luar yang cokelat tua, gelap segelap hati Nody yang sekarang sedang galau. Belahlah, kamu akan menemukan putih dan kuning telur yang solid.

Karena butuh waktu masak yang lama, sangat jarang kamu menemukan telur yang seperti ini. Tak banyak penjual gudeg yang mau repot-repot membakar banyak gelondongan kayu atau membuang berkubik-kubik gas guna memasak telur seperti buatan Yu Djum–atau sekarang, penerusnya.

Apapun yang dimakan pertama akan selalu membekas. Gudeg Yu Djum, yang merupakan pengalaman pertamaa say memakan gudeg, akan selalu membekas. Di hati ia bersemayam. Tak peduli lidah sudah mencecap banyak gudeg lain. Tak peduli orang bilang ada banyak gudeg yang lebih enak.

Tetap ke sana aku kan kembali. Ke  Yu Djum.

Leave a Reply

Your email address will not be published.