Sanbosag

I.

Saya mengambil bungkusan plastik berisi 5 buah samosa dalam lemari es. Samosa adalah kudapan khas yang suang ditemui di Timur Tengah juga India. Saya menuang minyak dalam penggorengan. Sudah lumayan pekat warnanya, bekas menggoreng perkedel jagung tadi sore. Saya menunggunya hingga panas. Lalu mulai memasukkan samosa mentah itu. Satu demi satu. Saya membolak-baliknya. Hingga ia matang dan berwarna kuning kecoklatan. Saya tiriskan. 
Menunggu beberapa menit hingga panas sedikit menguap, saya langsung mengarahkan samosa ke dalam mulut. Gigi mencengkram. Kriuk. Remah renyah adonan samosa yang garing itu langsung pecah. Lalu lelehan daging dan bawang bombay lumer di dinding mulut. Pedasnya ringan.
Itu adalah remah sejarah. Lelehan cerita.
Iya, berbicara mengenai samosa –sama seperti mengenai makanan lain– adalah bercerita tentang sejarah. Siapa sangka, pada makanan kecil berbentuk segitiga ini ada sejarah ribuan tahun panjang terbentang. Dari jazirah Persia hingga daratan Arjasa, tempat saya bermukim sekarang.
II.

Ketika para pedagang dari Timur Tengah dan India masuk ke Indonesia, mereka tak hanya mengenalkan agama Islam pada masyarakat Indonesia. Mereka turut pula mereka membawa budaya gastronomi dan mengenalkannya pada masyarakat Sumatera kala itu.
Masakan Timur Tengah dan India dikenal dengan beragamnya bumbu dalam masakan. Kita bisa melihat jejaknya pada masakan Sumatera yang selalu terdiri dari banyak jenis bumbu. Rendang misalnya. Makanan ini terdiri dari belasan bumbu dasar! Bayangkan dengan steak ala western yang cukup berbumbu dasar dua: salt and pepper.
Penggunaan bumbu seperti jinten, ketumbar, atau jahe dalam masakan Indonesia itu juga merupakan warisan budaya gastronomi India.
III.

Sudah dua samosa lenyap dalam perut. Di belahan dunia lain, orang-orang London geger. Terutama fans Arsenal. Striker andalan mereka selama ini, Robin van Persie, bergabung dengan Manchester United, musuh bebuyutan mereka. Saya jadi ingat percakapan dengan Panjul kapan hari. Kami sama-sama meragukan kalau Persie akan bergabung dengan United. Tapi sebagai fans The Red Devil –sebutan untuk United– saya berharap ia benar-benar bergabung. Sekarang keinginan saya terkabul.

Musim lalu, Persie menjadi top scorer Liga Inggris dengan torehan 30 gol dari 38 pertandingan. Sedang striker andalan United, Wayne Rooney mencetak 27 gol dari 34 pertandingan. Bayangkan kalau mereka berdua berduet. Saya jadi bergidik membayangkan betapa eksplosifnya lini depan United musim ini. 

Satu samosa lagi saya gigit. 
IV.

Istilah samosa –sama seperti istilah apapun– begitu susah dicari dari mana ia berasal. Dalam artikel berjudul “Lovely Triangles” di harian Hindustan Times, Girija Duggal, sang penulis, mengatakan bahwa samosa adalah kata yang berbunda pada kata Persia: sanbosag, yakni sejenis kudapan ala persia yang berbentuk bulat sabit. 
Ketika Kesultanan Persia merajai dunia pada abad 10, makanan ini pun menyebar dan mengalami mimikri, baik dalam bentuk maupun nama . Karena itu Afghanistan mengenalnya dengan sebutan sambosa, orang-orang Tajikistan menyebutnya samboosa, orang-orang Iran mengakrabinya sebagai sambusa, dan bangsa Portugis menamakannya bagai chamuca. Sedang orang India menuturkan nama kudapan ini dengan nama yang kita kenal sekarang: samosa.
Amir Khusro, seorang penyair kesultanan Delhi dari abad ke 12 sempat menuliskan bahwa samosa adalah makanan kesukaan sultan dan para bangsawan. Dia menjelaskan bahwa samosa terbuat dari ghee (mentega ala India), cacahan daging, bawang bombay, dan bumbu pedas.
V.

Samosa keempat saya lahap ketika Dhani sedang ngomel di twitter perihal pemerintah yang tak mau meminta maaf untuk tragedi 1965. Pemerintah menganggap itu adalah zeitgeist, tanda zaman. Tragedi 65 adalah sebenar-benarnya tragedi. Lebih dari 1 juta orang tewas, dibunuh tanpa sempat mencecap pengap ruang pengadilan. Konon korban tragedi 65 ini lebih banyak ketimbang korban kebiadaban Pol Pot. Pemerintah yang menolak meminta maaf atas tragedi pembantaian 65 ini adalah rupa tragedi baru.
Daging sapi cacah yang bercampur dengan bawang bombay itu pedasnya ringan meruap. Merambat ke dinding mulut. Perihal isi samosa, daging tidak melulu memonopoli.
Ibn Batutta, sang penjelajah legendaris itu, pernah menuliskan tentang samosa sebagai kudapan favorit baginda Muhammad bin Tughlug, seorang sultan kerajaan Delhi pada saat itu. Samosa ala Tughlug itu digambarkan sebagai: pie dengan campuran cacahan daging dengan bumbu dan berbagai kacang: almonds, pistachio, dan walnuts.
Perihal isi samosa, saya pernah berpikir lumayan lama. Kalau samosa adalah makanan khas India dan isiannya adalah daging sapi, bukankah itu adalah penghinaan? Sapi adalah hewan suci bagi masyarakat Hindu, agama mayoritas di India. Karena itu, pastilah ada isian lain selain daging sapi. Itu bisa berupa daging ayam, ikan, keju, atau bahkan sayuran.
VI.

Kejadiannya pada suatu siang yang panas di Pasar Baru sekitar satu tahun silam. Saya pergi ke sebuah rumah makan India yang terldtak di antara lekuk sempit pasar yang banyak dihuni oleh toko tekstil itu. 
Suasana India begitu terasa di rumah makan itu. Ada bau dupa yang meruap di udara. Ada foto-foto pemimpin spiritual. Ada pula mantra-mantra doa dalam bahasa Hindustan yang dipajang di dinding. Saya memesan samosa sebagai makanan pembuka. Ketika saya gigit, saya tergemap: isi samosanya adalah kentang tumbuk. Terasa aneh bagi saya yang awalnya hanya mengenal samosa berisi daging sapi.
Samosa yang saya makan terasa lebih aneh ketika chutney disajikan sebagai condiment. Rasa asam yang begitu menyengat membuat lidah saya terkesiap.
Rupanya sang pemilik rumah makan itu berasal dari Bengal, sebuah daerah di India yang terkenal menyajikan isian kentang untuk samosa. Saya menebak sang pemilik adalah kaum minoritas di Bengal. Sebab dari sekitar 245 juta penduduknya, sekitar 69% adalah umat Islam. Hanya ada sekitar 28% penduduk Bengal yang beragama Hindu. Mengingat statistik agama ini, mau tak mau saya teringat adegan pembuka pada film “Slumdog Millionaire” besutan Danny Boyle. Ibu dari Salim dan Jamal tewas akibat kerusuhan besar berlatar belakang agama. Miris. Bisa jadi, kerusuhan kala itu memaksa sang pemilik rumah makan ini keluar dari India. Tapi muncul pertanyaan lagi: kenapa ia pindah ke Indonesia, negara berpenduduk muslim terbesar di dunia? 
Bisa jadi ia menganggap Indonesia aman dan menyediakan ruang bebas untuk umat agama lain, termasuk Hindu. Dulu belum ada kaum radikalis agama yang merajalela. Bisa jadi sekarang si bapak tua itu menyesal tinggal di Indonesia. Semoga saja tidak…
VI.
Saya melirik ke piring: samosa tinggal 1 buah. Saya menatapnya lekat. Saya lantas menggigitnya perlahan. 
Sensasinya masih sama ketika saya pertama kali memakan: renyah kulit dan lembutnya cacahan daging bercampur bawang bombay. Begitu menyenangkan.
Pada setiap kulit yang kecai, setiap aroma wangi yang terhirup, setiap rasa pedas yang melekat, membawa sejarah ribuan tahun. Panjang. Sangat panjang bahkan. Mengalahkan ratusan episode sinetron tersanjung. Dan rumit, jauh lebih rumit ketimbang kisah cinta Arman Dhani Bustomi yang bagai sinetron besutan KK Dheraaj. Dan jauh lebih membingungkan ketimbang kemunculan Joker berdandan ala Jack Sparrow dalam sinetron Tutur Tinular.
Tapi perut mana tahu urusan sejarah. “Itu urusan otak!” protes perut. Seiring potongan terakhir samosa yang lenyap dalam perut, saya mematikan layar kaca. Malam di Arjasa semakin menggigit. Saya merapatkan selimut ke badan.
Saatnya beranjak tidur…

3 thoughts on “Sanbosag

Leave a Reply

Your email address will not be published.