Anggap saja kata-kata yang pernah kau ucapkan padaku dengan sumpah dan jari teracung ke langit itu benar berasal dari hatimu: kau sudah tak ada perasaan lagi dengan perempuan berkerudung itu. Perempuan yang jika diingat selalu menimbulkan senyum pilu dari bibirmu yang hitam.
Di dunia ini, wajar ada cinta yang tak bisa diselamatkan. Untuk hal-hal seperti itu, sepatutnya kita mengucinya ke dalam peti besi, melarungnya ke laut, dan meleburkan kuncinya dalam api. Biar ia jadi pedang atau perisai besi. Ya, ada hal-hal yang harusnya dibuang jauh dan tak perlu diingat lagi, kecuali untuk ditertawakan.
Iya, tertawakan saja kenangan-kenangan yang kau pahat di tapal waktumu.
Tertawakan saja tentang kau yang jatuh cinta dengan perempuan berkerudung itu.
Tertawakan saja tentang bagaimana paniknya dirimu ketika perempuan berkerudung itu kecelakaan dan kau mendadak lari dari kelas, seperti berusaha menyelamatkannya. Padahal pelajaran jam pertama adalah pelajaran Bu Ismi, guru Matematika yang terkenal galak itu.
Tertawakan saja tentang bagaimana perempuan itu terkekeh ketika aku mempelorotkan celanamu hingga tampak celana dalammu yang lantas disebutnya sebagai “toblerone”.
Tertawakan saja tentang bagaimana uang saku untuk rokok kau barter dengan sekuntum bunga yang lantas sia-sia karena perempuan itu pulang kampung.
Tertawakan saja tentang bagaimana kamu marah ketika aku dan Nyen menghina perempuan yang kau sayang itu dengan sebutan “tahu” hingga ia tersedu.
Tertawakan saja tentang kami, kawan-kawanmu, yang menganggap cinta adalah pertempuran di medan perang, dan sepeda motor adalah senjata. Kau kalah telak, terkangkang oleh seorang pria dari kelas sebelah. Padahal senjatamu lebih bagus ketimbang senjatanya. Itu bukti terkadang cinta dan perang tidak mengenal rupa, pula senjata.
Tertawakan saja tentang bagaimana kau merayu perempuan itu dengan sebutan “Bintang” dan kau bernyanyi lagu Peterpan “Aku dan Bintang” di Bandealit yang sunyi. Hanya ada suara sumbangmu, genjrengan gitarmu dan cekikik genit perempuan itu. Entah dia senang atau sedih.
Dan masih banyak lagi hal-hal tentang perempuan itu yang hanya layak kau tertawakan, tapi tidak untuk kau jadikan sedu sedan. Karena aku percaya, kau sudah jauh berlari meninggalkan masa lampau. Masa yang memang sering kita kenang, tapi sekali lagi, tidak untuk disesali. Cukup dikenang lalu kemudian ditertawakan.
Jangan bersedih karena cinta yang gagal kau selamatkan. Karena kau lelaki, kelak akan sendiri. Itu kata Iwan Fals.
Yang tegak Mi!
Condong Catur, 03 Juni 2012
Ditulis dengan rindu yang bertumpuk pada Nur Fahmi
Fahmiiiii!
Akan ada hari yg lebih baik dr kemarin. Tetep percaya sm kekuatan cinta ya mi!
Go go power ranger! 🙂
Kalau diibaratkan Power Rangers, Fahmi ini ranger hitam 😀