Kemarin malam, sepulang dari kantor, saya dan Rani mau cari makan. Karene pecel lele langganan sedang tutup, kami coba cari suasana lain. Pilihannya jatuh pada dimsum. Entah kenapa sejak kapan hari si istri ngidam dimsum.
Awalnya ingin pergi ke Dimsum Inc yang buka 24 jam. Saat itu memang sudah lewat jam 10 malam. Nyaris nihil warung dimsum yang masih buka. Tapi saya coba kasih alternatif, sebuah restoran dimsum yang juga ada di Kemang, tak jauh dari Inc. Saya kasih liat harga menu yang ada di sebuah situs makanan. Harganya sama saja dengan Inc. Rani setuju.
Restoran yang kami tuju didominasi warna merah, warna yang melambangkan kemakmuran dalam kultur Tiongkok. Tapi karena sedang Ramadhan, para pelayannya memakai baju koko –yang juga dipengaruhi kultur Tiongkok.
Setelah disodori menu, ternyata harga dimsumnya naik. Walau tak banyak-banyak amat. Masih cukup terjangkau. Kami pesan beberapa menu. Kemudian seperti biasa, pelayan tanya: minumnya apa?
Rani pesan ocha hangat yang bisa diisi ulang sesuka hati. Saya? Bingung. Harga minumannya agak mahal. Saya agak gak rela mengeluarkan tiga lembar Sultan Mahmud Badaruddin II untuk sekadar es teh yang diciprati sedikit jeruk nipis lalu diaku sebagai teh lemon. Maka saya pilih minuman yang aman: air mineral. Harganya tak bakal melampaui 10 ribu, prediksi saya.
Makanan datang. Kami makan. Rasanya so-so. Ndak ada yang spesial. Lalu minuman datang. Saya terbelalak. Yang datang adalah air mineral dalam botol kaca, bukan dalam botol plastik seperti biasa. Jamput, pasti mahal ini. Saya minum pelan-pelan. Air mineral mahal jeh. Kudu disayang-sayang.
“Gimana rasa air mahal?” tanya Rani.
Saya mesem kecut. “Ya rasanya podo ae cyuk.”
Makan usai, air di botol sudah tandas. Begitu pula ocha dalam teko. Waktunya membayar. Saya minta nota-nya ke Rani; penasaran berapa harga air mineralnya. Pas saya melihat deretan angka harga air mineral itu, saya spontan misuh.
“Jemb*t!” maki saya.
Rani cuma ngekek.
Lha gimana gak misuh, harga air mineral dalam botol kaca itu lebih mahal ketimbang harga makanan yang kami pesan. Jamput! Rutuk saya lagi sambil garuk-garuk ndas. Saya ndak rela bayar mahal untuk air teh dikasih jeruk nipis, lha ini kok malah bayar mahal untuk air mineral.
“Botolnya kita bawa pulang aja gimana? Sayang bayar mahal cuma buat air doang,” kataku.
“Wooo, ojo ngisin-ngisini!”
saya kapok kalo makan di tempat selain warung minumnya air mineral, bikin sakit hati bener heheheheh
hahaha..seorang teman pernah punya pengalaman yang sama, sial memang itu aqua, 20ribu lebih kalo enggak salah harganya, bedanya sama mas Nuran, botolnya kita bawa pulang.