Salah satu misteri terbesar di dunia ini adalah asal usul nama paklempung. Makanan ini begitu adiluhung. Menunjukkan kesederhanaan sekaligus kecerdasan masyarakat Nusantara. Mungkin saya bisa mati dengan tenang setelah menyantap makanan ini.
(Pengembara Tanpa Nama, 189 Sebelum Masehi)
Paklempung adalah salah satu kudapan favorit saya. Bentuknya memang tak menggugah selera. Kalah jauh dibandingkan tapas atau cheese cake memang. Tapi soal rasa, paklempung jauh mengalahkan mereka.
Makanan ini adalah pengejawantahan dari gaya hidup sederhana dan kreativitas. Bahan intinya cuma dua: pisang dan tepung. Tinggal dicampur air, lalu digoreng.
Lalu apa bedanya dengan pisang goreng?
Ya beda banget to bosku. Pisang untuk paklempung ini dipotong kecil-kecil. Di beberapa daerah, kalau sedang musim nangka, maka pisang akan berduet dengan nangka. Rasanya? Kamu bisa lupa hutang seusai menyantap makanan surgawi itu.
Ngomong-ngomong soal perbedaan rasa. Paklempung ini sebenarnya lumayan berbeda karakternya dengan pisang goreng. Entah kenapa, paklempung terasa lebih gurih, sekaligus lebih krispi.
Mungkin karena pisangnya dipotong lebih kecil, jadi ada ruang antar potongan pisang, yang tentu saja langsung terisi oleh adonan paklempung. Mungkin itu yang menghadirkan nuansa krispi dari tepung yang digoreng.
Berbeda dengan pisang goreng yang biasanya adonannya mengikuti bentuk pisang. Alias tepungnya cuma sedikit. Kerenyahannya berkurang drastis.
Tapi ternyata paklempung kurang menasional. Rani, yang orang Jambi ternyata tidak tahu hidangan ini. Ini sebuah penistaan terhadap budaya paklempung yang luhur nan agung.
Di Jambi, kata Rani, ia hanya mengenal pisang goreng dan godok-godok. Afu, apa pula godok-godok itu? Ternyata nyaris serupa dengan paklempung. Namun pisangnya dihancurkan, lalu dicampur dengan adonan baru digoreng.
Karena saya kasihan, maka saya mengajarkan cara membuat paklempung. Ternyata setelah melalui percobaan pertama, Rani jago dalam membuat paklempung. Bahkan rasanya, ehem, jauh lebih enak ketimbang buatan Mak Ri, asisten rumah tangga di rumah saya.
Tapi karakter paklempung ala Rani memang berbeda dengan karakter paklempung ala Mak Ri sih. Kalau ala Rani, sepertinya tidak dicampur dengan telur. Jadinya tekstur adonannya lebih renyah. Sedangkan kalau Mak Ri, selalu menambahkan satu butir telur dalam adonan paklempung. Jadinya lebih basah, namun juga gurih.
Saya ternyata lebih suka adonan yang renyah. Setiap Rani bikin, saya selalu jadi orang rakus. Misal dalam satu kali pembuatan ada 10 paklempung, saya bisa habis 8, atau bahkan 9.
Sejak Rani bisa membuat paklempung, saya perbudak dia untuk sering membuat kudapan itu. Waktu kapan hari piknik ke Ragunan bersama teman-teman, Rani membuat paklempung. Saat ada penjual pisang, saya todong Rani buat bikin paklempung.
Saat ada sepak bola, teteup saya minta tolong Rani buat bikin paklempung. Kapan hari, sewaktu Manchester United tanding melawan Arsenal, saya sampai bela-belain pergi ke toko tengah malam untuk beli tepung, karena ternyata tepung di rumah habis.
Semua demi paklempung.
Semoga tulisan ini bisa memperkaya khazanah perpaklempungan di Indonesia. Maklum, waktu saya cari di Google, sedikit sekali entri soal paklempung ini. []
post scriptum: mungkin hidangan sejenis ada di daerah lain. Namun namanya berbeda. Kalau menemui hidangan yang serupa dengan nama yang berbeda, boleh lah kabar-kabar di kolom komentar.
Simbah Putriku di Muntilan kalau bikin pisang goreng selalu dipotong-potong kecil alih-alih dipotong cuma jadi dua atau utuh sekalian. Baru tau kalo genre-nya beliau ini disebut paklempung
Wah, itu varian pisang goreng yang paling enak beb 😀
ya ampun! aku baru tau kalau namanya paklempung. padahal sejak aku bisa mengingat bapak dan ibuku kalau buat pisang goreng selalu begini, dan jaman kecil dulu aku selalu minta sisa tepungnya buat digoreng tanpa pisang sebagai bonus.
rasanya memang beda dengan pisang goreng biasa. ah, pokoknya lebih enak!
Hehehe. Dulu aku mikirnya kalau tiap daerah punya nama berbeda untuk pisang goreng macam ini. Tapi di Magelang, juga disebut pisang goreng. Kalau di Lampung apa ya namanya? Hehehe. Soalnya, paklempung itu sepertinya bahasa slang Madura 😀
Di Solo, boleh percaya boleh tidak, makanan model kayak gini (terutama yg dicampur potongan nangka) dikasih nama “Samarinda”. Tapi tolong jangan tanya ke saya kenapa dikasih nama seperti itu 😀
WAAAAAAA. Yang dikasih nangka itu enak banget mas Adi 😀 Oke noted, berarti di Solo pisang goreng macam ini namanya Samarinda 😀