Teles

Rani orang Minang-Palembang yang lahir dan tumbuh besar di Jambi. Karena itu Ia tak bisa bahasa Jawa. Saya sering mengajarinya Bahasa Jawa Timuran. Terutama diksi makian. Misalkan: jancuk, matamu, ndasmu, dan sebangsanya. Kami sering bertukar makian. Ia mengajari saya makian seperti pantek, kampang, dan semua anggota keluarga makian dari Sumatera.

Sesekali saya mengajarinya istilah-istilah yang mungkin cuma ada di Jember. Misal, cek enggake. Dim mekodim. Ya megaya. Sip mengesip. Gek metegek. Mara sing nggena. Percayalah, meski Bahasa Jawa di Jember dianggap punya banyak kesamaan dengan bahasa Jawa Timuran pada umumnya, istilah itu tak akan ditemui di luar Jember.

Kadang saya keceplosan mengeluarkan kata walikan ala Malang. Yang paling sering saya lontarkan adalah tilis, kebalikan dari silit, alias pantat. Pengucapannya menggunakan E kuat, sama seperti E dalam kata edan. Rani juga sering mengucapkannya, meski ya logatnya ala Sumatera. Lucu sekali.

Kemarin Rani chat dengan Shasa, adik bungsu saya. Dalam percakapan antar perempuan ciriwit itu, ada kalimat dari Shasa: lemah teles. Artinya tanah basah. Dengan polos Rani bertanya: teles itu silit kan? Wkwkwk. Adik saya ketawa, sekaligus bengong. Kok bisa Rani tahu istilah silit. Dengan telaten Shasa mengajari Rani soal teles dan tilis ini.

Omong-omong soal pantat, saya jadi ingat kover album debut The Strokes, Is This It. Kover aslinya bergambar pantat perempuan telanjang, setengah membungkuk, dan dipegang dengan sarung tangan fetishy hitam. Sampul ini dianggap kontroversial, jadi diganti oleh kover baru yang menurut saya lebih jelek. Sampul baru ini yang kemudian banyak beredar, termasuk di Indonesia. Saya suka “Last Nite” dan “New York City Cops” dari album itu. Mentah. Kasar. Energetik.

2 thoughts on “Teles

    1. Bener mas. Uenak tenan, apalagi kalau logate Jawa Timuran. Medhooook uenak dirungokno 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published.